BIMBINGAN & KONSELING
LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN RELIGIUS, dan
LANDASAN PSIKOLOGIS
Mata Kuliah : Bimbingan &
konseling
Dosen Pegampu : Sapendi, M.Pd
Ori
farhan
M.
Taufiq
Hermansyah
Semester /
Kelas : V / D
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PONTIANAK
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah ,
Tuhan semesta alam . Tiada daya upaya , kecuali dariNya.Dialah yang maha
perkasa ,sebaik – baiknya zat yang membalas tipu daya. Shalawat serta salam
akan selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW , keluarga, sahabat serta
para pengikutnya, yang selalu memberi petunjuk dan kekuatan kepada penulis
sehingga makalah yang membahas tentang “landasan filosofis, landasan religius, dan
landasan psikologis” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun dan
dibuat berdasarkan materi – materi yang ada. Materi-materi ini bertujuan agar
dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa
tentang landasan
filosofis, landasan religius, dan landasan psikologis.
Dalam penyusunan makalah ini,
penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari
berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Amiiin ya rabbal’alamin.
Penulis juga menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik serta saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.
Pontianak, 2013
Penulis
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Bimbingan dan konseling merupakan hal yang penting
untuk membantu proses belajar – mengajar yang akan di lakukan di dalam
lingkungan sekolah. Setiap guru harus bisa mengerti situasi yang ada di dalam
kelas itu tidak semuanya apa yang di lihat guru itu salah benar-benar salah dan
tidak semuanya apa yang di lihat guru
itu benar memang benar semestina.
Dalm hal ini landasan filosofis, landasan relelgius,
dan landsan psikologis dapat membantu guru untuk memahami situasi yang ada di
dalam kelas agar guru bisa lebih bijaksana dalam menangani sikap dan tingkah
laku para siswa. Dengan tidak mengunakan kekerasan melainkan menggunakan
landasan filosofis, landasan relegius, dan landasan psikologis
Makalah kami akan
membahas lebih lanjut landsan filosofis, landasan religius, dan landasan
psikologis untuk keperluan Bimbingan & Konseling.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang di
maksud dengan landasan filosofis ?
2.
Apa yang di
maksud dengan landasan religius ?
3.
Apa yang di
maksud dengan landasan psikologis ?
C.
Tujuan Masalah
1.
Memahami
pengertian landasan filosofis
2.
Memahami
pengertian landasan religius
3.
Memahami
pengertian landasan psikologis
BAB II
Landsan Filosofis, Landsan Religius, dan LandasanPsikologsi
Landsan Filosofis, Landsan Religius, dan LandasanPsikologsi
A.
Landasan
filosofis
“Landasan” di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (pusat bahasa
diknas.go.id) diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan. Adapun istilah
landasan sebagai dasar dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu kepada pengertian
tersebut, kita dapat memahami bahwa landasan adalah suatu alas atau dasar
pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal;
atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.
Menurut Prof. Dr.. H.
Prayitno dan Drs. Erman Amti dalam
bukunya Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (2004:138), Kata filosofis atau
filsafat berasal dari bahasa yunani: philos
berarti cinta, dan shofos berarti
kebijaksanaan. Jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijksanaan. Kamus Webster New Universal memberikan
pengertian bahwa filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kekuataan yang
didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip
atau hukum-hukum dasar yang mengatur alam semesta serta mendasari semua
pengetahuaan dan kenyataan, termasuk ke dalamnya studi tentang estetika, etika,
logika, metafisika, dan lain sebagainya.
John
J. Pietrofesa et.al. (1980: 30-31) dalam (Yusuf, 2010) mengemukakan bahwa
terdapat beberapa prinsip yang berkaitan dengan landasan filosofis dalam
bimbingan, yaitu sebagai berikut :
-
Objective
Viewing.
Dalam hal ini konselor membantu klien agar memperoleh suatu perspektif tentang
masalah khusus yang dialaminya, dan membantunya untuk menilai atau mengkaji
berbagai alternatifi atau strategi kegiatan yang memungkinkan klien mampu
merespon interes, minat atau keinginannya secara konstruktif.
-
The Counselor
must have the best interest of the client at heart. Dalam hal ini konselor harus
merasa puas dalam membantu klien mengatasi masalahnya. Konselor menggunakan
keterampilan untuk membantu klien dalam upaya mengembangkan keterampilan klien
dalam mengatasi masalah (coping) dan keterampilan hidupnya (life skills).
John
J. Pietrofesa et.al. (1980) dalam (Yusuf, 2010) selanjutnya mengemukakan
pendapat James Cribbin tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan
sebagai berikut. :
-
Bimbingan
hendaknya didasarkan pada pengakuan akan keilmuan dan harga diri individu
(klien) dan atas hak-haknya untuk mendapat bantuan.
-
Bimbingan
merupakan proses pendidikan yang berkesinambungan. Artinya bimbingan merupakan
bagian integral dalam pendidikan
-
Bimbingan
harus respek terhadap hak-hak setiap klien yang meminta bantuan atau pelayanan.
-
Bimbingan
bukan prerogratif kelompok khusus profesi kesehatan mental. Bimbingan
dilaaksanakan melalui kerjasama, yang masing-masing bekerja berdasarkan keahlian
atau kompetensinya sendiri
-
Fokus
bimbingan adalah membantu individu dalam merealisasikan potensi dirinya
-
Bimbingan
merupakan elemen pendidikan yang bersifat individualisasi, personalisasi dan
sosialisasi.
Pelayanan bimbingan dan
konseling meliputi serangkaian kegiataan atau tindakan yang semuanya diharapkan
merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis
tentang berbagai hal yang bersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan
koseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi
pelayanan bimbingan dab koseling pada umumnya, dan bagi konselor pada
khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan dalam
membuat keputusan yang tepat. Di samping itu pemikiran dan pemahaman filosif
juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih
fasilitatif, serta lebih afektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya
(Belkin, 1975). Di sini akan diuraikan beberapa pemikiran filosofis yang selalu
terkait dalam pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu tentang hakikat manusia,
tujuan dan tugas kehidupan.
1.
Hakikat Manusia
Apakah
Manusia itu ? menurut teori evolusinya yang berdasarkan perkembangan biologis,
Charles Darwin, seorang ilmuwan bangsa inggris, memberikan pada pemikiran dan
pemahaman manusia adalah hasil evolusi binatang yang lebih rendah.
Berbeda
dari pola pemikiran Charles Darwin tentang evolusi perkembangan manusia,
tokoh-tokoh abad ke-19 seperti Mill, Hegel. Wundt, dan James meninjau
keberadaan manusia dari segi psikologi. Oleh Robinson (1982) sumbangan
pemikiran tokoh-tokoh tersebut tersebut dianggap sebagai langkah yang secara
ilmiah menuju ke pemahaman tentang hakikat manusia. Para tokoh tersebut
mengupas dari sudut pandang psikologis, perkehidupan manusia yang meliputi pola
berpikir, persepsi, kesadaran, kepribadian, moral, kemauan, kepercayaan, dan
sebagainya. Mereka sepertinya telah menyusun sistem psikologis tertentu yang
amat besar pengaruhya, bahkan mendasari perkembangan psikolgis dewasa ini.
Para
penulis barat telah banyak yang mencoba untuk memberikan deskripsi tentang
hakikat manusia ( antara lain dalam Patterson, 1996, Alblaster & lukes,
1971; Thompson & Rudolph, 1983). Beberapa di antara deskripsi tersebut
mengemukakan :
-
Manusia adalah
makhluk rasional yang mampu berpikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan
perkembangan.
-
Manusia dapat
belajar mengatasi masalah-masalah yang di hadapinya, khususnya apabila ia
berusaha memnafaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
-
Manusia berusaha
terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri, khususnya
melalui pendidikan.
-
Manusia
dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk; dan hidup berarti upaya
untuk memujudkan kebaikan dna menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol
keburukan.
Virginia Satir (dalam Thompson &
Rudolph, 1983) memandang bahwa manusia pada hakikatnya positif. Deskripsi
tentang manusia :
-
Manusia adalah
makhluk. Dari tinjuan agama, pengertian makluk ini memberikan pemahaman bahwa
terikat pada khaliknya, penciptanya, yaitu keterkaitan sebagaimana menjadi
dasar penciptaan manusia itu sendiri. Untuk apa manusia itu diciptakan? Yaitu
untuk mengabdi bagi terwujudnya firman-firman sang pencipta itu demi kebahagian
manusia itu sendiri, di dunia dan di akhirat.
-
Manusia adalah
makhluk yang tertinggi dan termulia derajatnya dan paling indah di antara
segenap makhluk sang pencipta.
-
Keberadaan
manusia dilengkapi dengan epat dimensi kemanusian, yaitu dimensi
keindividualan, kesosialan, kesusilan dan keberagamaan. Keempat dimensi
tersebut diperkembangkan secara menyeluruh, selaras, terpadu, serasi, dan
seimbang demi terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang seutuhnya.
Hakikat manusia sebagaimana tergambar di
atas akan terwujud selama manusia itu ada, dari zaman ke zaman. Namun untuk
mengoptimalkan perwujudan kemanusiaan itu, upaya-upaya pendidikan, pembudayaan,
dan konseling perlu diselenggarakan. Dari sisi yang lain, upaya pembudayaan,
pendidikan dan konseling perlu didasarkan pada pemahaman tentang hakikat
manusia itu agar upaya-upaya tersebut lebih afektif dan tidak menyimpang dari
hakikat manusia itu sendiri.
2.
Tujuan dan Tugas
Kehidupan
Adler
(1954) mengemukakan bahwa tujuan akhir dari kehidupan psikis adalah “menjamin”
terus berlangsungnya eksistensi kehidupan kemanusiaan di atas bumi, dan
memungkinkan terselesaikannya dengan aman perkembangan manusia. Sedangkan Jung
(1958) melihat bahwa kehidupan psikis manusia mencari keterpaduan, dan
didalamnya terdapat dorongan instinktual ke arah keutuhan dan hidup sehat
(dalam Witner & Sweeney, 1992). Lebih jauh, sebagai kesimpulan dari hasil
studinya tentang ciri-ciri manusia yang hidupnya sehat, Maslow ( dalam Witner
& Sweeney, 1992) menegaskan bahwa daya upaya yang keras untuk terciptanya
hidup yang sehat merupakan kecenderungan yang bersifat universal dalam
kehidupan manusia. Dalam kaitan itu semua, Witney & Sweeney (1992),
mengajukan suatu model tentnag kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya
mengembangkan dan mempertahankan sepanjang hayat. Kedua pemikir tersebut mengemukakan
ciri-ciri hidup sehat sepanjang hayat dalam lima kategori tugas kehidupan,
yaitu berkenaan dengan Spritualitas, pengaturan diri, pekerjaan, persahabatan,
dan cinta.
a.
Tugas kehidupan
1 : Spritualitas
Agama
sebagai sumber inti bagi hidup sehat, agama sebagai sumber moral, etika dan
aturan-aturan formal berfungsi untuk melindungi dan melestarikan kebenaran dan
kesucian hidup manusia.
b.
Tugas kehidupan
2 : Pengaturan Diri
Seseorang
yang mengamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat sejumlah ciri, termasuk rasa
diri berguna; pengendalian diri; pandangan realistik; spontanitas da kepekaan
emosional; kemampuan rekayasa intelektual; pemecahan masalah; dan kreativitas;
kemampuan berhumor; kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat.
c.
Tugas Kehidupan
3 : Bekerja
Dengan
bekerja kita akan memperoleh keuntungan ekonomis.
d.
Tugas Kehidupan
4 : Persahabatan
Maslow
(1970) menemukan bahwa seseorang dengan hidup yang sehat memiliki perasaan yang
mendalam, rasa simpati, dan rasa cinta kasih kepada sesama manusia pada
umumnya, dan kepada sahabat-sahabat secara perorangan pada khususnya.
Persahabatan
memberikan tiga keutamaan kepada hidup yang sehat, yaitu :
Ø Dukungan emosional-kedekatan, perlindungan, rasa
aman, kegembiraa;
Ø Dukungan keberadaan-penyediaan kebutuhan fisik
sehari-hari, bantuan keuangan; dan
Ø Dukungan informasi-pemberian data yang diperlukan,
petunjuk, peringatan, nasihat
e.
Tugas Kehidupan
5 : cinta
Dengan
cinta hunungan seseorang dengan orang lain cenderung manjadi intim, saling
mempercayai, saling terbuka, saling bekerjasama, dan saling memberikan komitmen
yang kuat.
B.
Landasan
Religius
Dalam landasan religius
perlu di ditekankan tiga hal pokok, yaitu :
-
Keyakinan bahwa
manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk tuhan.
-
Sikap yang
mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai
dengan kaidah-kaidah agama, dan
-
Upaya yang
memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan
perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan
yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan
pemecahan masalah individu.
1.
Manusia sebagai
makhluk tuhan
Keyakinan
bahwa manusia adalah makhluk tuhan menekankan pada ketinggian derajat dan
keindahan makhluk manusia serta peranannya sebgai khalifah di muka bumi. Tuhan
mempercayakan kepada manusia untuk menjadi pemimpin di atas dunia.
2.
Sikap
keberagamaan
Kehidupan
beragama merupakan gejala yang universal. Pada bangsa-bangsa dan
kelompok-kelompok manusia dari zaman ke zaman senantiasa dijumpai
praktek-praktek kehidupan keagamaan. Makna “keagamaan” itu sangat beraneka
ragam (tentang dari paham-paham animisme, politeisme, sampai monoteisme) dan
dalam banyak seginya diwarnai oleh dan bahkan ada yang terpadu menjadi satu
dengan unsur-unsur kebudayaan yang dikembangkan oleh manusia sendiri.
3.
Peranan agama
Studi
tentang gejala keagamaan, khususnya sebagai gejala psikologis, telah menjadi
pusat perhatian para ahli. Seperti Stanley Hall, sejak abad ke-19. Lebih jauh
studi tersebut diarahkan kepada peranan agama bagi perkerjaan para ahli
kesehatan jiwa (psikologi).
Sikap
merendahkan dan mengabaikan agama semakin subur. Mengapa hal ini dapat terjadi
? Clark, dan kawan-kawan (1973) mengemukakan tiga sebab utama, yaitu :
-
Berkurangnya
para pendakwah,
-
Berkembangnya
keyakinan bahwa dengan ilmu pengetahuan dan pikiran kehidupan manusia dapat
dikontrol.
-
Berkembangnya
sikap yang terlalu sama sekali tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh
dicampurtangani oleh orang lain.
-
C.
Landasan
psikologis
Psikologis merupakan kajian tentang tingkah laku
individu. Landasan psikologis dalam bimbingan & konseling berarti memberikan
pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien).
Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan & konseling adalah
tingkah laku klien, yaitu tingkah laku klien uang perlu diubah atau
dikembangkan apabila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau
ingin mencapai tujuan-tujuan yang dikhendakinya.
Untuk keperluan bimbingan & konseling sejumlah
daerah kajian dalam bidang psikologis perlu di kuasai, yaitu :
Ø Motif dan motivasi
Ø Pembawaan dasar dan lingkungan
Ø Perkembangan individu
Ø Belajar, balikan dan penguatan dan
Ø Kepribadian
1.
Motif dan
Motivasi
Motif
adalah dorongan yang menggerakan seseorang bertingkah laku. Dorangan hidup
pada diri seseorang dan setiap kali mengusik serta menggerakan orang itu untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang terkandung di dalam dorongan itu
sendiri.
Para
ahli umumnya sepakat akan adanya dua penggolongan motif, yaitu motif yang
bersifat primer dan yang bersifat skunder. Motif primer sidasari oleh kebutuhan
asli yang sejak semula telah ada pada diri setiap individu sejak ia terlahir ke
dunia, seperti kebutuhan untuk menghilangkan rasa lapar dan haus serta kebutuhan
akan udara bersih. Kebutuhan-kebutuhan tersebut secara mendasar harus
terpenuhi, sebab kalai tidak, tantangannya adalah maaut. Motif primer itu ada
pada setiap orang atau sering kali pemenuhannya tidak dapat ditunda-tunda.
Sedangkan motif sekunder tidak di bawa sejak lahir, melainkan terbentuk
bersamaan dengan proses perkembangan individu yang bersangkutan. Motif sekunder
ini berkembang berkat adanya usaha belajar. Karena belajar individu terdorong
untuk melakukan berbagai hal.
Motivasi
erat sekali hubungannya dengan perhatian. Tingkah laku yang didasari oleh motif
tertentu biasanya terarah pada suatu objek yang sesuai dengan isi atau tema
kandungan motifnya. Berkenaan dengan kaitan antara motif dan objek tingkah
laku, dikenal adanya motif yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Motif
intrinsik dapt ditemui apabila isi atau tema pokok tngkah laku bersesuai dengan
atau berada di dalam isi atau tema pokok objek tingkah laku itu. Sedangkan
motif ekstrinsik dapat dijumpai apabila isi atau tema pokok tingkahlaku tidak
bersesuaian atau berada di luar isi atau tema pokok objeknya. Dalam motif
ekstrinsik, objek tingkah laku seolah-olah hanya menjadi sekadar jembatan atau
perantara bagi terjangkaunya isi atau tema pokok yang lain di luar atau tema
pokok objek langsung tingkah laku tersebut.
2.
Pembawaan dan
Lingkungan
Setiap
individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi mental fisik tertentu. Apa
yang dibawa sejak lahir itu sering disebut pembawaan. Dalam artinya yang luas
pembawaan meliputi berbagai hak, seperti warna kulit, bentuk, dan warna rambut,
golongan darah, kecenderungan pertumbuhan fisik, minat, bakat khusus,
kecerdasan, kecenderungan ciri-ciri kepribadian tertentu. Kerentanan terhadap penyakit tertentu sering kali
juga dikaitkan dengan pembawaan. Pembawaan itu diturunkan melalui pembawaan
sifat terbentuk segera setelah sel telur dari ibu bersatu dengan sel sperma
dari ayah pada saat konsepsi
Pembawaan
dan lingkungan masing-masing individu tidaklah sama. Ada pembawaan yang tinggi,
sedang, kurang, dan bahkan kurang sekali. Kadang-kadang kita jumpai individu
dengan inteligensi yang amat tinggi (genius). Bakat yang amat istemewa atau
pembawaan yang luar biasa bagusnya itu merupakan anugerah dari tuhan.
Sebaliknya kadang-kadang kita jumpai pula individu dengan inteligensi yang amat
rendah. Pembawaan yang luar biasa rendahnya ini juga merupakan amanah dari
tuhan, untuk tidak disia-siakan dan untuk mendapatkan penangan yang memadai
sesaui dengan kemuliaan kemanusiaan.
3.
Perkembangan
Individu
Sejak
masa konsepsi dalam rahim ibu bakal individu yang telah ditakdirkan ada itu
berkembang menjadi janin, janin menjadi bayi, bayi lahir ke dunia; terus
berkembang menjadi anak kecil, anak usia SD, remaja, dewasa, akhirnya manusia
usia lanjut. Dengan demikian jelas bahwa perkembagan individu itu tidak sekali
jadi, melainkan bertahap berkesinambungan.
Masing-masing aspek perkembangan, seperti perkembangan kognitif/kecerdasan,
bahasa, moral, hubungan sosial, fisik, kemampuan motorik memiliki tahap
perkembangannya sendiri. Di samping itu, hukum-hukum perkembangan berlaku bagi
perkembangan berlaku bagi perkembangan segenap aspek itu secara menyeluruh,
termasuk di dalmnya peranan faktor-faktor pembawaan dan lingkungan.
Menurut
Havighurst tugas-tugas perkembangan tersusun menurut suatu pola tertentu dan
secara keseluruhan saling terkait. Tugas-tugas perkembangan tersebut dibentuk
oleh unsur-unsur biologis, psikologis, dan kultural yang ada pada diri dan
lingkungan individu. Selengkapnya tugas-tugas perkembangan manusia, sejak lahir
sampai dengan dewasa adalah :
-
Tugas
perkembangan masa bayi dan kanak-kanak (0-5 tahun)
·
Belajar berjalan
·
Belajar memakan
makanan padat
·
Dll
-
Tugas
perkembangan anak-anak(6-11 tahun)
·
Mempelajari
keterampilan fisik yang perlu untk berbagai permainan sederhana.
·
Membina sikap
hidup sehat, untuk diri sendiri dan lingkungan
·
Belajar bergaul
dengan teman sebaya.
·
Belajar
menjalankan peranan sosial yang tepat sesuai dengan jenis kelaminnya
·
Dll
-
Tugas
perkembangan masa remaja (12-18 ntahun)
·
Mencapai hubngan-hubungan
yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya antarjenis kelamin yang sama dan
berbeda
·
Mencapai peranan
sosial sebgai pria dan wanita
·
Menerima
kesatuan tubuh sebagaimana adanya dan menggunakannya secara afektif
·
Mencapai
kemerdekaan emosional terhadap orang tua dan orang deasa lainnya.
·
Mencapai keadaan
dimilikina jaminan untuk kemerdekaan ekonomi
·
Memili dan
mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan
·
Dll
-
Tugas
perkembangan masa dewasa awal (19-30 rtahun)
·
Memilih pasangan
hidup
·
Belajar hidup dengan
pasangan dalam ikatan perkawinan
·
Memulai
kehidupan berkeluarga
·
Memelihara dan
mendidik anak
·
Mengelola rumah
tangga
·
Milai menjalani
karier tertentu
·
Dll
4.
Belajar,
balikan, dan penguatan
Belajar
merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Peristiwa
belajar terentang dari bentuk-bentuk belajar yang ditandai oleh perubahan
tingkah laku yang amat sederhana sebagai hasil latihan singkat samapi dengan
proses mental tinggi. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai
sesuatu yang baru dengan memanfaatkan apa yang sudah ada pada diri individu.
Pengusaan sesuatu yang baru itulah tujuan belajar, dan pencapaian sesuatu yang
baru itulah tanda-tanda perkembangan.
Pemberian
penguatan dilakukan memakai pernyataan berkenaan dengan hal-hal posittif yang
ada pada diri individu, khususnya berkenaan dengan kegiataan belajarnya itu;
misalnya pernyataan tentang motivasi belajarnya cukup tinggi, hasil belajarnya
bagus, caranya menjawab soal-soal cermat, bahasanya lancar, pekerjaanya rapi,
dan sebagainya
Berbagai
model belajar telah di kembangkan oleh para ahli, anara lain model belajar yang
di dasarkan pada teori pembiasaan dan keterpaduan (conditioning dan
conectionisme theories), teori gestalt (gestahlt theories), teori perkembangan
keognisi, teori proses informasi, peoses peniruan. Teori-teori itu perlu
dikanal oleh konselor dan di pahami berbagai kemungkinaan penerapannya bagi
pngembangan kegiatan belajar klien.
5.
Kepribadian
Sering
di katakan bahwa ciri seseorang adalah kepribadiannya. Dalam khasanah psikologi
rumusan yang satu tentang kepribadian agaknya masih sulit di capai. Mengenai
pengertian kepribadian ini, para ahli psikologi umumnya memusatkan perhatian
pada faktor-faktor fisik dan genetika, berpikir dan pengamatan, serta dinamika
motivasi dan perasaan (Mussen & Rosenzweiq).
Wiggins,
Renner, Clore, & Rose (1976) mengupas tentang kepribadian dengan melihat
hakikat tingkah laku dan perkembangannya secara menyeluruh, para penulis
melihat perlunya mengkaji faktor-faktor biologis, kenyataan eksperimental,
pengaruh sosial, dan pendekatan psikometrik dalam upaya memahami kepribadian
individu.
Meskipun
Hothersall (1985) mencoba merumuskan kepribadian sebagai “Predisposisi cara
meraksi yang secara relatif stabil pada diri individu”, namun dapat dipahami bahwa
kepribadian individu itu amat kompleks. Dalam kaitan itu, konselor nubgkin
cenderung tertarik pada tipologi kepribadian yang memberikan arah pada
pemahaman terhadap ciri-ciri kepribadian tertentu, misalnya ciri-ciri
kepribadian berdasarkan bentuk tubuh, sikap keterbukaan-ketertutupan, “cairan”
yang ada pada tubuh, dan lain-lain
Uraian yang
panjang lebar tentang landasan psikologis mengisyaratkan bahwa tidak mungkin
bagi seorang konselor dapat berfungsi secara afektif dan tepat memanfaatkan kaidah-kaidah
filsafat dan psikologis (Belkin,1976).
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan :
Ø Landasan bimbingan & konseling ini merupakan
cara guru untuk memahami tingkah laku dan sikap yang aneh ada ketika proses
belajar mengajar berlangsung.
Ø Landasan bimbingan & konseling meliputi :
landasan filosofis, landasan religius, dan landasan psikologis.
Ø Landasan filosifis meliputi : hakikat manusia,
tujuan dan tugas kehidupan.
Ø Landasan religius meliputi : manusia sebagai makhluk
tuhan, sikap keberagamaan, dan peranan
agama.
Ø Landasan psikologis meliputi : motif dan motivasi,
pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu, dan belajar, balikan dan
penguatan.
B.
Saran
Ø Gunakan
landasan bimbingan & konseling ini sebagai pedoman untuk menilai sikap
siswa di dalam kelas.
Ø Belajar menjadi guru mengerti keadaan bukan mengerti
apa yang di lihat.
Ø Selalu menjadi guru yang bijaksana dalam mengambil
setiap keputusan
Daftar
Pustaka
Prayitno dan Erman, 2004. Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. 2010. Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya
http://abdillahhusni.wordpress.com/2011/03/18/landasan-filosofis-bimbingan-dan-konseling/
pada tanggal 17-10-2013 jam 07:14 wib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar