MENCERMATI METODOLOGI PEMAHAMAN TEKS AL-QUR'AN




MEMBUAT RESUME
ULUM AL-UR’AN
MENCERMATI METODOLOGI PEMAHAMAN TEKS AL-QUR’AN
Dosen Pengampu : Luqman Abdul Jabbar, M. Si
Di Susun :
O
L
E
H
Nama : Muhammad Taufiq
NIM : 1111111171


JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
KOTA PONTIANAK
TAHUN PELAJARAN 2011-2012




MENCERMATI METODOLOGI PEMAHAMAN
TEKS AL-QUR’AN
A. TAFSIR DAN TA’WIL
            Tafsir secara etimologi, dapat didasarkan pada dua kata asal yaitu “at-tafsir” dan “al-fasr”.
            Adz-Dzarkasyiy Mendifinisikan Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan Allah kepada Rasulullah, menjelaskan dan menjabarkan makna-makna yang terkandung dan tersembunyi didalamnya serta mengeksplorasi darinya hukum dan hikmah.
            Menurut Ibn Hayyan, Tafsir secara istilah adalah “ Ilmu yang membahas tentang cara mengucapkan lafazh-lafazh Al-Qur’an, tentang petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya.
            Menurut Imam Adz-Dzarqaniy “ Tafsir adalah usaha untuk menjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai aspeknya, baik dari sisi konteks kesejarahannya ataupun Asbab An-Nuzulnya”.
Dari Uraian diatas dapat disimpulkan semua memiliki unsur dan tujuan yang sama, yaitu suatu usaha untuk mengungkapkan dan menjelaskan makna yang terkandung dan yang tersembunyi dalam Al-Qur’an.
Pengertian Ta’wil ada dua golongan yang berbeda pandangan dalam memberikan definisi Ta’wil, yaitu Ulama Salaf dan Ta’wil versi tradisi Mutaakhirin.
Ulama’ Salaf membagi Istilah ta’wil kalam kedalam dua bagian :
1.      Ta’wil kalam dalam pengertian suatu makna yang dikembalikan kepada pembicaraan pertama ( muatakallim ) atau dengan kata lain merujuk kepada makna hakikinya yang merupakan hakikat sebenarnya yang dimaksud.
2.      Ta’wil kalam dalam artian menafsirkan dan menjabarkan maknanya.
Pengertian tafsir dan ta’wil diatas secara terminologi dapat disimpulkan “ Tafsir adalah usaha untuk menjelaskan yang luar ( zhahir ) dari Al-Qur’an ” sedangkan “ Ta’wil merujuk kepada penjelasan makna dalam dan tersembunyi dari Al-Qur’an.
Dalam Kitab Mabahist Fi Ulum Al-Qur’an Karya Manna’ Khalil Al-Qaththan ad empat perbedaan antara tafsir dan ta’wil, antara lain :
1.      Tafsir dan ta’wil adalah dua kata yang berdekatan dan bermakna sama.
2.      Tafsir adalah apa yang telah dijelaskan didalam Kitabullah atau sesuatu yang sudah pasti dalam sunnah yang shahih karena memiliki makna yang jelas dan gamblang.
3.      Tafsir lebih cendrung digunakan untuk menerangkan lafazh dan mufradat sedangkan ta’wil lebih banyak digunakan untuk menjelaskan makna dan susunan kalimat.
4.      Tafsir merupakan esensi yang dimaksud dari suatu perkataan, sedangkan ta’wil dari khabar esensi dari suatu yang diberitakan.

B. METODE-METODE KLASIK TAFSIR AL-QUR’AN
1. Muhkam dan Mutasyabih
Ibn Habib An-Naisaburiy menceritakan adanya tiga pendapat tentang masalah ini :
1.      Al-Qur’an seluruhnya Muhkam berdasarkan ayat pertama.
2.      Al-Qur’an seluruhnya Mutasyabih berdasarkan ayat kedua.
3.      Sebagian ayat Al-Qur’an Muhkam dan lainnya Mutasyabih berdasarkan ayat ketiga.
a. Definisi Muhkam dan Mutasyabih
            Muhkam secara lughawiy “ Hakama “ Hukm yang berarti memutuskan antara dua hal atau lebbih perkara, maka hakim adalah orang yang mencegah yang zhalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan jelas, fasih dan membedakan antara yang hak dan yang bathil.
            Mutasyabih secara Lughawiy “ Syabana “ Syubhah ialah keadaan dimana satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara kongkrit atau absrak.
b. Kriteria Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
            I.M.S Baljon mengutip pendapat Adz-Dzumariy “ kriteria ayat-ayat Muhkamat adalah apabila ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat ( kenyataan ), sedangkan Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang menuntut penelitian yang seksama.
            Menurut Aliy Ibn Abi Thalhah “ kriteria ayat-ayat Muhkamat yaitu ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat lain, ayat-ayat yang menghalalkan, ayat-ayat yang mengharamkan, ayat-ayat yang mengandung kewajiaban, ayat-ayat yang harus diimani dan diamalkan “. Sedangkan Mutasyabihat “ ayat-ayat yang telah dibatalkan, ayat-ayat yang dipertukarkan antara kyang dahulu dan yang kemudian, ayat-ayat yang berisi variabel, ayat-ayat yang mengandung sumpah, ayat-ayat yang boleh diimani dan tidak boleh diamalkan “.
Secara sederhana Mutasyabihat dapat dilihat dari contoh-contoh berikut :
1.      Disebabkan Oleh ketersembunyian lafazh ( QS. Abasa ( 80 ) : 31 )
2.      Disebabkan oleh ketersembunyian makna ( QS. Al-Fath ( 48 ) : 10 )
3.      Disebabkan oleh ketersembunyian makna dan lafazh.
c. Pembagian ayat-ayat Mutasyabihat dalam Al-Qur’an.
Adz-Dzaraniy membagi ayat-ayat Mutasyabihat menjadi dua macam.
1.      Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya, pengetahuan tentang dzat Allah dan hakikat sifat-sifatnya, tentang hari kiamat dan hal gaib lainnya
2.      Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan kajian, seperti ayat-ayat mutasyabihat dan kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan seumpamanya. ( QS. An-Nisa ( 4 ) : 3 )
Sedangkan menurut Shubhi Ash-Shalih membedakan pendapa Ulama kedalam dua madzhab, antara lain :
1.      Madzhab Salaf yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabihat itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri.
2.      Madzhab Khalaf yaitu ulama yang mena’wilkan lafazh yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang baik dengan dzat Allah, karena itu mereka disebut pula muawwilah atau madzhab Ta’wil.
Disamping dua madzhab diatas, ternyata menurut As-Suyuti bahwa Ibnu Daqiq Al-Id mengemukakan pendapat yang menengahi kedua madzhab diatas. Ibnu Daqiq Al-Id berpendapat bahwa jika ta’wil itu jauh, maka kita tawaqquf ( tidak memutuskan ). Kita meyakini maknanya menurut cara yang dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari semua yang tidak baik bagi-Nya.
Sebagian Ulama menyebutkan bahwa Madzhab Salaf dikatakan lebih aman karena tidak dikhawatirkan jatuh kedalam penafsiran dan pena’wilan yang belum tentu menurut Tuhan salah baginya. Sedangkan Madzhab Kalaf dikatakan lebih selamat karena dapat mempertahankan pendapatnya dengan argumen aqli yang sangat mendukung.
d. Hikmah Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabihat
Muhammad Chirzin menyimpulkan setidaknya ada tiga hikmah yang dapat kita ambil dari persoalam Muhkam dan Mutasyabihat tersebut, Hikmah-hikmah itu adalah :
1.      Andaikan kata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat Muhkamat, niscaya akan sirnalah ujian keimanan dan amal lantaran pengertian ayat yang jelas.
2.      Seandainya seluruh ayat Al-Qur’an Mutasyabihat niscaya akan lenyaplah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia, Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebathilan.
3.      Al-Qur’an yang berisi ayat-ayat Muhkamat dan ayat-ayat Mutasyabihat, menjadi motifasi bagi umat islam untuk terus menerus menggali berbagai kandungan sehingga mereka terhindar dari taqlid, bersedia membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.
Selain itu Hikmah lain adalah setidaknya Allah telah mengajarkan “ajaran” Muhkam dan Mutasyabih kepada manusia agar kita mengakui adanya perbedaan karakter pada setiap individu, sehingga kita harus menghargainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar